Rabu, 08 Juni 2011

Penanganan Gizi Buruk Lintas Sektor dan Program untuk Mewujudkan Indonesia Sehat 2010

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini gizi buruk pada balita menjadi perdebatan dan isu menarik. Keadaan ini akibat dari ditemukannya kasus-kasus kelaparan (hoenger oedema/HO) pada orang dewasa dan marasmus atau kwashiorkhor pada anak balita yang sering dilaporkan oleh media cetak maupun elektronik. Kejadian gizi buruk sebenarnya dapat dicegah apabila akar masalah di keluarga yang bersangkutan dapat dikenali, sehingga masalah penanggulangannya dapat dilakukan secara lebih mendasar melalui penanganan terhadap akar masalahnya.

Kendala secara umum adalah masih banyaknya anggapan oleh pemegang kebijakan bahwa masalah gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang harus diselesaikan oleh sektor kesehatan saja. Sehingga secara umum program penanganan gizi buruk lebih banyak menggunakan pendekatan bidang kesehatan. Pendekatan secara ekonomi, pertanian, dan pendidikan belum banyak dilaksanakan. Sebagian besar pelaku program masih bertindak sendiri secara sektoral dengan indikator pencapaian program yang diukur dengan indikator fisik dan kurang mendorong perubahan perilaku. Harus disadari bahwa program penanganan gizi buruk di bidang kesehatan lebih banyak bersifat darurat dan mendesak seperti bantuan pengobatan atau perawatan, pemberian PMT pemulihan dan suplementasi zat gizi. Pada saat bantuan dihentikan, masalah kekurangan gizi akan terjadi lagi karena ketidakmampuan keluarga terkait dengan daya beli dan keadaan ekonomi keluarga.

Permasalahan gizi buruk tak bisa terselesaikan tanpa ada penanganan yang serius dari pemerintah, hal tersebut membuktikan rendahnya perhatian pemerintah terhadap sektor kesehatan, baik kurangnya pusat kesehatan di daerah maupun di wilayah. Bagaimana masyarakat bisa mewujudkan program Indonesia Sehat 2010 tanpa penanganan gizi buruk yang serius dari pemerintah.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana masalah gizi buruk bisa teratasi, serta peran apa saja yang harus dilakukan? Apa saja program untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010?

Bab II

Pembahasan

A. Penanganan Gizi Buruk Lintas Sektor

Masalah gizi buruk bukanlah peristiwa yang terjadi seketika karena pada umumnya gizi buruk sudah bermasalah sejak dalam kandungan ibunya. Bayi yang lahir dari ibu yang kurang gizi akan mengakibatkan berat badan lahir yang rendah dan berdampak pada tahap kehidupan selanjutnya. Periode kritis pembentukan sumber daya manusia terjadi mulai dari konsepsi sampai dengan usia 2 tahun. Menurut Tatang S Falah, 80 persen proses pembentukan otak berlangsung pada usia 0-2 tahun. Anak yang kekurangan gizi akan mempunyai Intellegent Quotient (IQ) lebih rendah 13-15 poin dari anak lain pada saat memasuki usia sekolah. Di samping itu gizi buruk akan menurunkan produktivitas sebesar 20-30 persen yang mengakibatkan banyak anak gizi buruk tidak bisa menyelesaikan sekolahnya. Dengan kata lain, gizi buruk akan menciptakan generasi “otak kosong” dengan kualitas SDM yang rendah.

Pentingnya Kolaborasi Sektoral

Kendala secara umum adalah masih banyaknya anggapan oleh pemegang kebijakan bahwa masalah gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang harus diselesaikan oleh sektor kesehatan saja. Sehingga secara umum program penanganan gizi buruk lebih banyak menggunakan pendekatan bidang kesehatan. Pendekatan secara ekonomi, pertanian, dan pendidikan belum banyak dilaksanakan. Sebagian besar pelaku program masih bertindak sendiri secara sektoral dengan indikator pencapaian program yang diukur dengan indikator fisik dan kurang mendorong perubahan perilaku. Harus disadari bahwa program penanganan gizi buruk di bidang kesehatan lebih banyak bersifat darurat dan mendesak seperti bantuan pengobatan atau perawatan, pemberian PMT pemulihan dan suplementasi zat gizi. Pada saat bantuan dihentikan, masalah kekurangan gizi akan terjadi lagi karena ketidakmampuan keluarga terkait dengan daya beli dan keadaan ekonomi keluarga.

Menurut Martorell, bahwa investasi di sektor sosial (gizi, kesehatan dan pendidikan) dan ekonomi akan memperbaiki keadaan gizi masyarakat yang merupakan faktor penentu untuk meningkatnya kualitas SDM. Jika kualitas SDM meningkat, maka produktivitas kerja akan meningkat yang selanjutnya keadaan ekonomi akan meningkat. Dengan terjadinya perbaikan ekonomi maka kemiskinan akan berkurang, dan selanjutnya akan meningkatkan keadaan gizi masyarakat.

Kolaborasi lintas sektor menjadi sangat penting dalam menyelesaikan masalah gizi buruk. Integrasi program pengentasan kemiskinan dengan penanganan gizi buruk merupakan potensi yang besar dalam mengeliminasi kasus gizi buruk. Keluarga yang mempunyai balita gizi buruk diprioritaskan dan menjadi target sasaran intervensi pengentasan kemiskinan yang melibatkan banyak sektor. Potensi keluarga balita gizi buruk harus dioptimalkan. Intervensi yang bersifat darurat seperti bantuan pangan harus diimbangi dengan intervensi lain yang dapat menopang perbaikan ekonomi keluarga seperti pelatihan kerja, sarana pertanian, dan peternakan yang akan mendorong kemandirian keluarga. Pemberian bantuan kambing untuk keluarga gizi buruk di Kabupaten Kebumen dan bantuan ayam di Kabupaten Bantul merupakan salah satu bentuk riil kolaborasi lintas sektor dalam penanganan gizi buruk secara mendasar.

Yang tidak kalah penting adalah dukungan pemegang kebijakan. Selain dalam bentuk anggaran, kegiatan secara langsung akan memberikan motivasi kepada masyarakat dalam penanganan gizi buruk. Kunjungan kerja yang dikemas dalam bentuk “Bupati/Wakil Bupati Tilik Posyandu” di Kabupaten Gunungkidul akan memberikan warna tersendiri dalam menggerakkan masyarakat. Di samping itu, capacity building, orientasi dan pelatihan kader posyandu dengan dukungan teknis perlu dilakukan terus menerus agar intervensi yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain ibu dan anak, perbaikan gizi untuk kelompok remaja harus lebih diintensifkan karena kelompok ini merupakan kelompok yang akan menjadi calon untuk menghasilkan generasi berikutnya. Penanganan masalah gizi buruk lebih diarahkan menggunakan pendekatan preventif dan tidak lagi berorientasi pada bantuan pangan pada masyarakat, akan tetapi menggerakkan masyarakat ke arah hidup sehat dengan berpedoman pada gizi seimbang. Kuratif dilakukan hanya pada sasaran yang benar-benar memerlukan.

Mewaspadai terjadinya gizi buruk dilakukan dengan memantau pertumbuhan berat badan anak dengan menimbang setiap bulan secara teratur sejak bayi sampai umur 5 tahun. Tempatnya di Posyandu dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS). Dengan KMS, Ibu diberitahu bahwa KMS adalah “stetoskop” sang ibu untuk memantau apakah anaknya sehat atau tidak. Ilmu yang diajarkan cukup sederhana yaitu “Anak Sehat Bertambah Umur Tambah Berat Badan” Apabila berat badan anak turun dan tidak bertambah berat badannya selama dua bulan berturut-turut, maka anak perlu diperiksakan ke dokter atau Puskesmas untuk dicari penyebab tidak naiknya berat badan anak. Itulah fungsi pokok kegiatan Posyandu.

B. Mewujudkan Indonesia Sehat 2010

Mimpi besar petinggi kesehatan (mudah-mudahan para pelaku kesehatan juga termasuk di dalamnya) di Indonesia saat ini adalah mewujudkan Indonesia Sehat 2010, lengkap dengan atribut pro dan kontra-nya. Bahkan slogan-slogan Indonesia Sehat 2010 sudah akrab di indera masyarakat Indonesia sendiri. Namun, seberapa banyakkah masyarakat Indonesia yang benar-benar paham apa dan bagaimana sebenarnya program Indonesia Sehat 2010 itu sendiri?

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.

1. Lingkungan Sehat

Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

2. Perilaku Hidup Sehat

Selain lingkungan, perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

3. Pelayanan Kesehatan Bermutu Adil dan Merata

Selanjutnya kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa depan adalah yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi, maupun non ekonomi. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksudkan disini adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika pelayanan profesi.

Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku sehat serta meningkatnya kemampuan masyarakat tersebut diatas, derajat kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan secara optimal. Pemerintah rupanya cukup serius dalam pencanangan tujuan ini, bahkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan 50 indikator sebagai acuan yang meski bukan sebagai harga mati dapat dijadikan sebagai ukuran pancapaian program tersebut.

Penduduk yang sehat bukan saja akan menunjang keberhasilan program pendidikan, tetapi juga mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk. Maka apabila cita-cita ini dapat dicapai, bukan sebuah hal yang mustahil untuk memenuhi sasaran pembangunan nasional berupa sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas. Data UNDP tahun 1997 mencatat bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia masih menempati urutan ke 106 dari 176 negara. Akibatnya, tingkat pendidikan, pendapatan serta kesehatan penduduk Indonesia memang belum memuaskan.

Tentunya untuk mewujudkan hal-hal tersebut diperlukan kebijakan pembangunan kesehatan yang lebih dinamis dan proaktif dengan melibatkan semua sektor terkait, pemerintah, swasta dan masyarakat. Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak hanya ditentukan oleh kinerja sektor kesehatan semata, melainkan sangat dipengaruhi oleh interaksi yang dinamis dari pelbagai sektor.

Mari kita dukung program ini sehingga cita-cita dan tujuan mulia Indonesia Sehat 2010 tidak hanya akan berakhir sebagai cita-cita.

Bab III

Kesimpulan

Segala masalah kesehatan perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah, oleh karena itu penangnan gizi buruk harus benar-benar serius didalam menanggulanginya. Semua hal tersebut tidak lain demi mendukung program Indonesia sehat 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar