Rabu, 08 Juni 2011

Penanganan Gizi Buruk Lintas Sektor dan Program untuk Mewujudkan Indonesia Sehat 2010

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini gizi buruk pada balita menjadi perdebatan dan isu menarik. Keadaan ini akibat dari ditemukannya kasus-kasus kelaparan (hoenger oedema/HO) pada orang dewasa dan marasmus atau kwashiorkhor pada anak balita yang sering dilaporkan oleh media cetak maupun elektronik. Kejadian gizi buruk sebenarnya dapat dicegah apabila akar masalah di keluarga yang bersangkutan dapat dikenali, sehingga masalah penanggulangannya dapat dilakukan secara lebih mendasar melalui penanganan terhadap akar masalahnya.

Kendala secara umum adalah masih banyaknya anggapan oleh pemegang kebijakan bahwa masalah gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang harus diselesaikan oleh sektor kesehatan saja. Sehingga secara umum program penanganan gizi buruk lebih banyak menggunakan pendekatan bidang kesehatan. Pendekatan secara ekonomi, pertanian, dan pendidikan belum banyak dilaksanakan. Sebagian besar pelaku program masih bertindak sendiri secara sektoral dengan indikator pencapaian program yang diukur dengan indikator fisik dan kurang mendorong perubahan perilaku. Harus disadari bahwa program penanganan gizi buruk di bidang kesehatan lebih banyak bersifat darurat dan mendesak seperti bantuan pengobatan atau perawatan, pemberian PMT pemulihan dan suplementasi zat gizi. Pada saat bantuan dihentikan, masalah kekurangan gizi akan terjadi lagi karena ketidakmampuan keluarga terkait dengan daya beli dan keadaan ekonomi keluarga.

Permasalahan gizi buruk tak bisa terselesaikan tanpa ada penanganan yang serius dari pemerintah, hal tersebut membuktikan rendahnya perhatian pemerintah terhadap sektor kesehatan, baik kurangnya pusat kesehatan di daerah maupun di wilayah. Bagaimana masyarakat bisa mewujudkan program Indonesia Sehat 2010 tanpa penanganan gizi buruk yang serius dari pemerintah.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana masalah gizi buruk bisa teratasi, serta peran apa saja yang harus dilakukan? Apa saja program untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010?

Bab II

Pembahasan

A. Penanganan Gizi Buruk Lintas Sektor

Masalah gizi buruk bukanlah peristiwa yang terjadi seketika karena pada umumnya gizi buruk sudah bermasalah sejak dalam kandungan ibunya. Bayi yang lahir dari ibu yang kurang gizi akan mengakibatkan berat badan lahir yang rendah dan berdampak pada tahap kehidupan selanjutnya. Periode kritis pembentukan sumber daya manusia terjadi mulai dari konsepsi sampai dengan usia 2 tahun. Menurut Tatang S Falah, 80 persen proses pembentukan otak berlangsung pada usia 0-2 tahun. Anak yang kekurangan gizi akan mempunyai Intellegent Quotient (IQ) lebih rendah 13-15 poin dari anak lain pada saat memasuki usia sekolah. Di samping itu gizi buruk akan menurunkan produktivitas sebesar 20-30 persen yang mengakibatkan banyak anak gizi buruk tidak bisa menyelesaikan sekolahnya. Dengan kata lain, gizi buruk akan menciptakan generasi “otak kosong” dengan kualitas SDM yang rendah.

Pentingnya Kolaborasi Sektoral

Kendala secara umum adalah masih banyaknya anggapan oleh pemegang kebijakan bahwa masalah gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang harus diselesaikan oleh sektor kesehatan saja. Sehingga secara umum program penanganan gizi buruk lebih banyak menggunakan pendekatan bidang kesehatan. Pendekatan secara ekonomi, pertanian, dan pendidikan belum banyak dilaksanakan. Sebagian besar pelaku program masih bertindak sendiri secara sektoral dengan indikator pencapaian program yang diukur dengan indikator fisik dan kurang mendorong perubahan perilaku. Harus disadari bahwa program penanganan gizi buruk di bidang kesehatan lebih banyak bersifat darurat dan mendesak seperti bantuan pengobatan atau perawatan, pemberian PMT pemulihan dan suplementasi zat gizi. Pada saat bantuan dihentikan, masalah kekurangan gizi akan terjadi lagi karena ketidakmampuan keluarga terkait dengan daya beli dan keadaan ekonomi keluarga.

Menurut Martorell, bahwa investasi di sektor sosial (gizi, kesehatan dan pendidikan) dan ekonomi akan memperbaiki keadaan gizi masyarakat yang merupakan faktor penentu untuk meningkatnya kualitas SDM. Jika kualitas SDM meningkat, maka produktivitas kerja akan meningkat yang selanjutnya keadaan ekonomi akan meningkat. Dengan terjadinya perbaikan ekonomi maka kemiskinan akan berkurang, dan selanjutnya akan meningkatkan keadaan gizi masyarakat.

Kolaborasi lintas sektor menjadi sangat penting dalam menyelesaikan masalah gizi buruk. Integrasi program pengentasan kemiskinan dengan penanganan gizi buruk merupakan potensi yang besar dalam mengeliminasi kasus gizi buruk. Keluarga yang mempunyai balita gizi buruk diprioritaskan dan menjadi target sasaran intervensi pengentasan kemiskinan yang melibatkan banyak sektor. Potensi keluarga balita gizi buruk harus dioptimalkan. Intervensi yang bersifat darurat seperti bantuan pangan harus diimbangi dengan intervensi lain yang dapat menopang perbaikan ekonomi keluarga seperti pelatihan kerja, sarana pertanian, dan peternakan yang akan mendorong kemandirian keluarga. Pemberian bantuan kambing untuk keluarga gizi buruk di Kabupaten Kebumen dan bantuan ayam di Kabupaten Bantul merupakan salah satu bentuk riil kolaborasi lintas sektor dalam penanganan gizi buruk secara mendasar.

Yang tidak kalah penting adalah dukungan pemegang kebijakan. Selain dalam bentuk anggaran, kegiatan secara langsung akan memberikan motivasi kepada masyarakat dalam penanganan gizi buruk. Kunjungan kerja yang dikemas dalam bentuk “Bupati/Wakil Bupati Tilik Posyandu” di Kabupaten Gunungkidul akan memberikan warna tersendiri dalam menggerakkan masyarakat. Di samping itu, capacity building, orientasi dan pelatihan kader posyandu dengan dukungan teknis perlu dilakukan terus menerus agar intervensi yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain ibu dan anak, perbaikan gizi untuk kelompok remaja harus lebih diintensifkan karena kelompok ini merupakan kelompok yang akan menjadi calon untuk menghasilkan generasi berikutnya. Penanganan masalah gizi buruk lebih diarahkan menggunakan pendekatan preventif dan tidak lagi berorientasi pada bantuan pangan pada masyarakat, akan tetapi menggerakkan masyarakat ke arah hidup sehat dengan berpedoman pada gizi seimbang. Kuratif dilakukan hanya pada sasaran yang benar-benar memerlukan.

Mewaspadai terjadinya gizi buruk dilakukan dengan memantau pertumbuhan berat badan anak dengan menimbang setiap bulan secara teratur sejak bayi sampai umur 5 tahun. Tempatnya di Posyandu dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS). Dengan KMS, Ibu diberitahu bahwa KMS adalah “stetoskop” sang ibu untuk memantau apakah anaknya sehat atau tidak. Ilmu yang diajarkan cukup sederhana yaitu “Anak Sehat Bertambah Umur Tambah Berat Badan” Apabila berat badan anak turun dan tidak bertambah berat badannya selama dua bulan berturut-turut, maka anak perlu diperiksakan ke dokter atau Puskesmas untuk dicari penyebab tidak naiknya berat badan anak. Itulah fungsi pokok kegiatan Posyandu.

B. Mewujudkan Indonesia Sehat 2010

Mimpi besar petinggi kesehatan (mudah-mudahan para pelaku kesehatan juga termasuk di dalamnya) di Indonesia saat ini adalah mewujudkan Indonesia Sehat 2010, lengkap dengan atribut pro dan kontra-nya. Bahkan slogan-slogan Indonesia Sehat 2010 sudah akrab di indera masyarakat Indonesia sendiri. Namun, seberapa banyakkah masyarakat Indonesia yang benar-benar paham apa dan bagaimana sebenarnya program Indonesia Sehat 2010 itu sendiri?

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.

1. Lingkungan Sehat

Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

2. Perilaku Hidup Sehat

Selain lingkungan, perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

3. Pelayanan Kesehatan Bermutu Adil dan Merata

Selanjutnya kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa depan adalah yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi, maupun non ekonomi. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksudkan disini adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika pelayanan profesi.

Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku sehat serta meningkatnya kemampuan masyarakat tersebut diatas, derajat kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan secara optimal. Pemerintah rupanya cukup serius dalam pencanangan tujuan ini, bahkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan 50 indikator sebagai acuan yang meski bukan sebagai harga mati dapat dijadikan sebagai ukuran pancapaian program tersebut.

Penduduk yang sehat bukan saja akan menunjang keberhasilan program pendidikan, tetapi juga mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk. Maka apabila cita-cita ini dapat dicapai, bukan sebuah hal yang mustahil untuk memenuhi sasaran pembangunan nasional berupa sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas. Data UNDP tahun 1997 mencatat bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia masih menempati urutan ke 106 dari 176 negara. Akibatnya, tingkat pendidikan, pendapatan serta kesehatan penduduk Indonesia memang belum memuaskan.

Tentunya untuk mewujudkan hal-hal tersebut diperlukan kebijakan pembangunan kesehatan yang lebih dinamis dan proaktif dengan melibatkan semua sektor terkait, pemerintah, swasta dan masyarakat. Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak hanya ditentukan oleh kinerja sektor kesehatan semata, melainkan sangat dipengaruhi oleh interaksi yang dinamis dari pelbagai sektor.

Mari kita dukung program ini sehingga cita-cita dan tujuan mulia Indonesia Sehat 2010 tidak hanya akan berakhir sebagai cita-cita.

Bab III

Kesimpulan

Segala masalah kesehatan perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah, oleh karena itu penangnan gizi buruk harus benar-benar serius didalam menanggulanginya. Semua hal tersebut tidak lain demi mendukung program Indonesia sehat 2010.

kebijkan pemerintah dalam bidang kesehatan sesuai hukum

A. Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Kesehatan
I. Dasar Hukum
Menimbang

1. SKep Men Kes RI No 99a/Men.Kes /SK/III/1982 Tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional
2. TAP MPR RI VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan
3. Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang pokok-pokok kesehatan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 574/ Men.Kes. `/SK/IV/2000 tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat tahun 2010
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 1277/Men. Kes/SK/X/2001 tentang Susunan organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
II. Memutuskan
Menetapkan
1. Keputusan Menteri Kesehatan tentang Sistem Kesehatan Nasional
2. Sistem Kesehatan Nasional Dimaksud dalam diktum kedua dimaksud agar digunakan sebagai pedoman bagi semua pihak dalam penyelenggaran pembangunan kesehatan di Indonesia
3. Keputusan ini berlaku mulai pada tanggal ditetapkan dengan diadakaperubahansebagaimana mestinya apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan ditetapkan 10 Februari 2004 ( Jakarta/ MenKes RI).

Gerakan pembangunan berwawasan kesehatan adalah inisiatif semua komponen bangsa dalam menetapkan perencanaan pembangunan selalu berorientasi untuk mengedapankan upaya promotif dan preventif pada masalah kesehatan, walaupun bukan berarti mengesampingkan kegiatan kuratif.
Gerakan tersebut berlaku untuk semua komponen bangsa yang harus berpartisipasi secara aktif baik yang berupa kegiatan individu, keluarga, kelompok masyarakat, instansi pemerintah ataupun swasta. Promotif yang dimaksud adalah suatu upaya untuk meningkatkan status kesehatan dan menjaganya dari semua kemungkinan-kemingkinan yang menyebabkan timbulnya penyakit dan masalah kesehatan. Kegiatan tersebut bisa berupa meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan, menjaga kebugaran tubuh, mengatur menu seimbang termasuk didalamnya kegiatan rekreasi dan pembinaan mental spiritual

Kegiatan preventif dapat dilaksanakan dengan cara mencegah dan menghindari timbulnya penyakit dan masalah kesehatan lain. Kegiatan ini bisa berupa pemberian imunisasi, perbaikan lingkungan ( hygiene dan sanitasi )baik perorangan, perumahan, industri rumah tangga maupan indistri perusahaan. Kegiatan preventif juga diulakukan untuk menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas juga kereta api dan keselamatan kerja terhadap seluruh pekerja termasuk pekerja perusahaan. Pada tingkat perusahaan dan departemen dampak lingkungan dengan kegiatan analisa dampak lingkungan ( AMDAL).Pada departemen yang terkait misalkan Departemen Pertanian harus dipikirkan juga bagaimana mencegah dan mengurangi terjadjadi semua industri perusahaan dalam mengolah produknya harus sudah inya dampak insectisida terhadap penggunanya.
Contoh yang lain : misal pada kegiatan industri perusahaan, memikirkan dampak lingkungan utamanya terhadap pengolahan polutan (limbah produksi) sehingga memenuhi batas ambang kesehatan yang ditentukan

PERUBAHAN PARADIGMA SEHAT

Berdasarkan pemahaman situasi dan adanya perubahan terhadap konsep sehat –sakit serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dan informasi tentang determinan kesehatan yang bersifat multifaktural, telah mendorong pembangunan kesehatan nasional kearah paradigma baru, yaitu pardigma sehat
Paradigma adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi pada peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan orang sakit, sehingga kebijakan lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan maksud melindungi dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih sehat dan lebihn produktif serta tidak jatuh sakit karena adanya upaya preventif. Sehingga perlu diupayakan semua polecy pemerintah selalu berwawasan kesehatan dengan mottonya menjadi “ Pembangunan Berwawasan Kesehatan”
Paradigma sehat diharapkan menjadi suatu cara pandang “ baru “ masyarakat yang merupakan perubahan pandang terhadap konsep sehat sakit. Paradigma sehat dijadikan sebagai suatu komitmen gerakan nasional segenap masyarakat sehingga betul-betul kesehatan menjadi tanggung jawab bersama (shared responsibility) yang mengacu pada prinsip-pronsip kemitraan ( partner ship).
Menggunakan paradigma sehat maka segenap masyarakat bersama pemerintah menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan agar terwujud “ INDONESIA SEHAT TAHUN 2010”.


Wujud nyata paradigma sehat
• Merealisasikan visi Indonesia Sehat tahun 2010 yaitu
gambaran masa depan masyarakat Indonesia yang akan dicapai melalui penyelenggarakan pembangunan kesehatan yakni :
1. Masyarakat bangsa dan negara yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan yang sehat.
2. Berperilaku hidup bersih dan sehat
3. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata
4. memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh
wilayah Indonesia
PILAR UTAMA UNTUK MENOPANG VISI INDONESIA SEHAT 2010
• Lingkungan yang kondusif bagi masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
• Perilaku hidup bersih dan sehat setiap anggota masyarakat
• Tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai yang dibutuhkan
• Masyarakat mempunyai kemampuan untuk mengakses pelayanan kesehatan tanpa terpengaruh faktor sosial ekonomi maupun non ekonomi
PILAR UTAMA UNTUK MENOPANG VISI INDONESIA SEHAT 2010
• Lingkungan yang kondusif bagi masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
• Perilaku hidup bersih dan sehat setiap anggota masyarakat
• Tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai yang dibutuhkan
• Masyarakat mempunyai kemampuan untuk mengakses pelayanan kesehatan tanpa terpengaruh faktor sosial ekonomi maupun non ekonomi

kebijkan pemerintah dalam bidang kesehatan sesuai hukum


A. Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Kesehatan
       I.            Dasar Hukum
Menimbang

1.       SKep Men Kes RI No 99a/Men.Kes /SK/III/1982 Tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional
2.        TAP MPR RI VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan
3.       Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang pokok-pokok kesehatan.
4.       Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
5.       Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
6.       Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 574/ Men.Kes. `/SK/IV/2000 tentang Pembangunan Kesehatan Menuju  Indonesia Sehat tahun 2010
7.       Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 1277/Men. Kes/SK/X/2001 tentang Susunan organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
II. Memutuskan     
Menetapkan
                1. Keputusan Menteri Kesehatan tentang Sistem Kesehatan  Nasional
2. Sistem Kesehatan Nasional Dimaksud dalam diktum kedua  dimaksud  agar digunakan sebagai   pedoman bagi semua pihak  dalam penyelenggaran pembangunan kesehatan di Indonesia
  3. Keputusan ini berlaku mulai pada tanggal ditetapkan dengan diadakaperubahansebagaimana  mestinya  apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan  ditetapkan 10 Februari 2004 ( Jakarta/ MenKes RI).

Gerakan pembangunan berwawasan kesehatan adalah inisiatif  semua  komponen bangsa dalam menetapkan perencanaan pembangunan selalu berorientasi untuk mengedapankan   upaya promotif dan preventif pada masalah kesehatan, walaupun bukan berarti mengesampingkan kegiatan kuratif.
Gerakan tersebut berlaku untuk semua komponen bangsa yang harus berpartisipasi secara aktif baik yang berupa kegiatan individu, keluarga, kelompok masyarakat, instansi pemerintah ataupun swasta. Promotif yang dimaksud adalah suatu upaya untuk meningkatkan status kesehatan dan menjaganya dari semua kemungkinan-kemingkinan yang menyebabkan timbulnya penyakit dan masalah kesehatan. Kegiatan tersebut  bisa berupa meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan, menjaga kebugaran tubuh, mengatur menu seimbang termasuk didalamnya kegiatan rekreasi dan pembinaan mental spiritual     

Kegiatan preventif dapat dilaksanakan dengan cara mencegah dan menghindari timbulnya penyakit dan masalah kesehatan lain. Kegiatan ini bisa berupa pemberian  imunisasi, perbaikan lingkungan ( hygiene dan sanitasi )baik perorangan, perumahan, industri rumah tangga maupan indistri perusahaan. Kegiatan preventif juga diulakukan untuk menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas juga kereta api  dan keselamatan kerja terhadap seluruh pekerja termasuk pekerja perusahaan. Pada tingkat perusahaan dan departemen dampak lingkungan dengan kegiatan analisa dampak lingkungan ( AMDAL).Pada departemen yang terkait misalkan Departemen Pertanian harus dipikirkan juga bagaimana mencegah dan mengurangi terjadjadi semua industri perusahaan dalam mengolah produknya harus sudah inya dampak insectisida terhadap penggunanya.
  Contoh yang lain : misal pada kegiatan industri perusahaan, memikirkan dampak lingkungan utamanya terhadap pengolahan polutan (limbah produksi) sehingga memenuhi batas ambang kesehatan yang ditentukan

PERUBAHAN PARADIGMA SEHAT

    Berdasarkan pemahaman situasi dan adanya perubahan terhadap konsep sehat –sakit serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dan informasi tentang determinan kesehatan yang bersifat multifaktural, telah mendorong pembangunan kesehatan nasional kearah paradigma baru, yaitu pardigma sehat  
          Paradigma adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi pada peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan orang sakit, sehingga kebijakan lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan maksud melindungi dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih sehat dan lebihn produktif  serta tidak jatuh sakit karena adanya upaya preventif. Sehingga perlu diupayakan semua polecy pemerintah  selalu berwawasan kesehatan dengan mottonya menjadi “ Pembangunan Berwawasan Kesehatan”
Paradigma sehat diharapkan menjadi suatu cara pandang “ baru “ masyarakat yang merupakan perubahan pandang terhadap konsep sehat sakit. Paradigma sehat  dijadikan sebagai suatu komitmen gerakan nasional segenap masyarakat sehingga betul-betul  kesehatan menjadi tanggung jawab bersama (shared responsibility) yang mengacu pada prinsip-pronsip kemitraan ( partner ship).
Menggunakan paradigma sehat maka segenap masyarakat bersama pemerintah menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan agar terwujud  “ INDONESIA SEHAT TAHUN 2010”.


Wujud nyata paradigma sehat
          Merealisasikan visi Indonesia Sehat  tahun 2010 yaitu  
        gambaran masa depan masyarakat Indonesia yang akan dicapai melalui penyelenggarakan pembangunan kesehatan  yakni :
1. Masyarakat bangsa dan negara yang ditandai dengan   penduduknya hidup dalam lingkungan yang sehat.
2. Berperilaku hidup bersih dan sehat
3. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil  
    dan merata
4. memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh
    wilayah Indonesia
PILAR UTAMA UNTUK MENOPANG VISI INDONESIA SEHAT 2010
          Lingkungan yang kondusif bagi masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
          Perilaku hidup bersih dan sehat setiap anggota masyarakat
          Tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai yang dibutuhkan
          Masyarakat mempunyai kemampuan untuk mengakses pelayanan kesehatan tanpa terpengaruh faktor sosial ekonomi maupun non ekonomi
 PILAR UTAMA UNTUK MENOPANG VISI INDONESIA SEHAT 2010
          Lingkungan yang kondusif bagi masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
          Perilaku hidup bersih dan sehat setiap anggota masyarakat
          Tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai yang dibutuhkan
          Masyarakat mempunyai kemampuan untuk mengakses pelayanan kesehatan tanpa terpengaruh faktor sosial ekonomi maupun non ekonomi

                       


Senin, 06 Juni 2011

kebijakan pemerintah dalam bidang kesehatan

Kebijakan Pemerintah terhadap Kesehatan orang Miskin
Oleh: Yogi Pramadhika
Orang miskin dilarang sakit, orang miskin juga dilarang sekolah”. Mungkin itulah ungkapan yang tepat sebagai gambaran bagaimana sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan dan mahalnya pendidikan bagi orang miskin di negeri ini. Ternyata, setelah hampir 63 tahun Indonesia Merdeka, apa yang diamanatkan UUD 1945 bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar ditanggung oleh negara” masih sangat jauh dari harapan kita.
Orang miskin selalu menjadi topik pembicaraan, dari masa ke masa, dan akan lebih gencar dibicarakan ketika ada momen-momen seperti pilkada, atau pemilihan umum. Ada yang berbicara dengan hati nuraninya ada juga yang berbicara sekadar menebar pesona. Namun hasilnya tetap saja orang miskin tetap miskin dan sulit mendapatkan pelayanan seperti pelayanan kesehatan gratis, pendidikan gratis dan pelayanan lain dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Mengapa isu kemiskinan selalu menjadi isu yang dibawa oleh para calon pemimpin baik daerah maupun pusat? Itu karena memang kemiskinan di Indonesia masih cukup banyak. 41,5 Juta angka kemiskinan Indonesia 2008 versi LIPI Indonesia. Maka sangat wajar sekali ketika calon pemimpin menjanjikan bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat miskin.
Perubahan demi perubahan dari kebijakan pemerintah dalam menangani kesehatan orang miskin, ternyata pemenuhan kebutuhan orang miskin terhadap pelayanan kesehatan tidak berubah, tetap saja orang miskin mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan kesehatan, atau banyak pihak yang mengkhawatirkan dampak perubahan kebijakan ini terhadap pelayanan kesehatan untuk orang miskin.
Mahalnya biaya periksa ke dokter, belum lagi biaya obatnya. Pasti akan membengkak ketika ada berita mereka harus dirawat inap atau dioperasi. Ketika radiologi, tes-tes laboratorium pendukung juga melambung harganya, bahkan askeskin (asuransi kesehatan masyarakat miskin) terakhir kemarin sudah dibatasi. Askeskin hanya bias diberlakukan di beberapa rumah sakit, dan hanya untuk penyakit-penyakit tertentu saja.
Tingkat kesehatan masyarakat yang tidak merata dan sangat rendah khususnya di kantong-kantong pedesaan, mengakibatkan mereka sangat rentan terjangkit wabah. Kasus yang melanda kabupaten paling timur Bali, Karangasem april lalu, adalah salah satu yang perlu mendapat perhatian semua pihak.
Khusus untuk pelayanan kesehatan kalau kita amati pemerintah telah berupaya membuat kebijakan berupa program untuk pelayanan kesehatan orang miskin terutama sejak krisis ekonomi melanda Indonesia. Programnya sendiri selama kurun waktu 10 tahun telah mengalami perubahan kalau tidak salah lebih dari empat kali.
Mulai dari social safety net (jaring pengaman sosial bidang kesehatan) kemudian berubah menjadi program JPKPSBBM (Jaminan Pelayanan Kesehatan akibat Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak), kemudian berubah menjadi program Askeskin, dan terakhir diinstrudusir program Jamkesmas (Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat). Begitu pedulinya pemerintah terhadap nasib masyarakat miskin, pemerintah menyediakan anggaran untuk program pelayanan kesehatan dan selalu rajin melalui evaluasi terhadap pelayanan kesehatan terhadap orang miskin. Pemerintah kelihatannya sangat peka terhadap kebutuhan masyarakat begitu terlihat bahwa programnya belum memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat miskin, maka programnya segera diubah. Tampaknya seperti kata orang bijak, ”yang kekal itu adalah perubahan” ini diterapkan betul-betul oleh pemerintah agar masyarakat miskin tidak mengalami kesulitan dalam mencari pelayanan kesehatan. Namun tetap saja masih banyak orang miskin sulit mendapatkan pelayanan kesehatan.
Lebih Konseptual
Sudah tiba saatnya pemerintah harus berpikir lebih konseptual menangani pelayanan kesehatan orang miskin. Penanganan orang miskin tidak bisa hanya menjadi hak atau kewajiban pemerintah pusat saja. Pemerintah daerah pun harus bertanggung jawab memberikan kontribusi untuk menangani orang miskin. Diperlukan satu bentuk kesepakatan untuk membagi tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan dalam menangani orang miskin.
Jangan ada yang lepas tangan, apalagi saling menyalahkan ketika ada permasalahan pelayanan kesehatan orang miskin. Tidak bisa hanya saling mengimbau. Seperti apa yang terjadi saat ini. Pemerintah daerah mengimbau agar Depkes memperbesar anggarannya untuk warga miskin, sementara pemerintah pusat mengimbau agar pemerintah daerah menyediakan anggarannya dalam APBD-nya untuk melayani orang miskin. Harus diberi tanggung jawab bagian mananya pemerintah pusat, bagian mananya pemerintah daerah bertanggung jawab. Kalau saling menyalahkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah jelas ini ada ketidakjujuran dalam bertanggung jawab, ketidakjujuran dalam membuat kebijakan, bahkan yang lebih parah lagi ketidakjujuran dalam pelaksanaannya. Maka masyarakat miskin yang jadi korbannya dan tak akan pernah terjadi perubahan pada orang-orang miskin. Kebijakan yang sering berubah-ubah dapat dipastikan ketidakcermatannya dalam menganalisis permasalahan publik. Ketidakcermatan dalam menganalisis ketersediaan, kemampuan organisasi pelaksana dan sumber-sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan program pelayanan kesehatan untuk orang miskin. Ketidakcermatan ini bersumber pada ketidakjujuran dalam layanan kesehatan bagi orang miskin.
Kalau kita ingin terjadi perubahan nasib orang miskin, kalau kita ingin ada kemajuan dalam layanan kesehatan bagi orang miskin, tidak ada solusi yang cermat kecuali setiap kebijakan yang dibuat untuk pelayanan orang miskin harus dengan hati yang jujur. Hentikan saling mencari kesalahan, terutama memojokkan pelaksana, hentikan menghakimi pelaksana seperti rumah sakit dan Dinas Kesehatan. Tetapi duduk bersama merembukkan dan mencari permasalahannya dan pecahkan secara konseptual, berjangka panjang, jangan hanya bersifat populis, demi menyenangkan orang miskin sesaat, karena kita tidak bisa mengentaskan kemiskinan dalam jangka pendek.
Kebijakan BLU (Badan Layanan Umum) menyakitkan Masyarakat Miskin
Jika diberi pilihan, tidak ada satupun manusia didunia ini yang mau dilahirkan sebagai orang miskin. Dalam gambar dengan latar belakang laut Malaka terlihat anak-anak dari keluarga miskin di Desa Jaring Halus, Kec, Secanggang, Kab.Langkat, Sumatera Utara sedang bermain di pelataran. Mereka ini butuh masa depan yang lebih baik. Jika bukan kita, lalu siapa lagi?
Kebijakan Badan Layanan Umum yang diberlakukan pemerintah pada rumah sakit yang dimiliki pemerintah merupakan kebijakan yang mungkin masih belum bisa diterima semua pihak, termasuk masyarakat miskin. Seperti contoh yang terjadi di RS Dr Soetomo Surabaya. Sebelum BLU maka biaya ambulans bagi masyarakat miskin gratis, namun sekarang mereka harus membayar. BLU mengijinkan rumah sakit tersebut untuk mencari modal sendiri. Jadi suasana komersil sangat kental disana. Jika para pahlawan melihat yang terjadi di Indonesia sekarang ini pasti mereka menangis. Karena sektor pendidikan dan kesehatan dari dulu adalah sektor sosial, bukan sektor komersial dan pemerintah wajib menjaminnya tanpa mengharapkan laba. Akan tetapi setelah hampir 63 tahun merdeka, ternyata Indonesia menodai perjuangan para pahlawannya dengan “mengucilkan” masyarakat miskin dalam hal kesehatannya.
Ubah Budaya Konsumerisme Masyarakat
Dalam keadaan ekonomi yang serba sulit ini, masyarakat sudah seharusnya menyikapi dengan tepat. Sikap cerdas yang harus dilakukan ialah berpola pikir dan berpola tindak ekonomis. Strategi yang paling sederhana adalah melakukan penghematan di segala bidang, termasuk di bidang kehidupan masyarakat. Pada masa sekarang ini, perlu adanya pembangunan budaya termasuk didalamnya budaya kesederhanaan. Termasuk juga kesederhanaan dalam bidang kesehatan.
Biaya jasa dokter, khususnya dokter spesialis, masih belum terjangkau sebagian masyarakat. Belum lagi harga obat yang cukup mahal dan semakin lama pasti semakin menggila. Ditambah lagi beban biaya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan patologis, dan pemeriksaan penunjang lainnya yang akan semakin tidak terjangkau. Biaya akan semakin melangit bila pasien divonis rawat inap atau operasi.
Solusi terbaik dalam menyikapi permasalahan itu membangun budaya mawas diri serta berpikiran jernih dan positif serta selalu dalam kesederhanaan. Sederhana bukanlah hidup dalam kekurangan atau ketidakpunyaan. Akan tetapi sederhana adalah selalu hidup dan memenuhi kehidupan secukupnya, tidak berlebihan. Secara sadar manusia harus menerima fakta dan fenomena alam bahwa sumber energi bumi akan berkurang dan akan semakin mahal. Oleh karena itu sebisanya masyarakat Indonesia harus mulai belajar mengurangi budaya konsumerisme demi menemukan identitas bangsa yang semakin diperhitungkan di dunia Internasional.
Meskipun sulit, dalam jangka panjang, manusia harus berinovasi dalam berteknologi. Dalam jangka pendek, tindakan logis yang dapat dilakukan adalah mawas diri untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan harga berbagai barang.
Mawas diri adalah mengkaji ulang berbagai perilaku hidup boros dan tidak efisien yang selama ini dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini setiap orang pasti akan melakukan kalkulasi ekonomi yang sangat cermat dalam setiap rupiah yang dikeluarkan.
Prioritas pun harus disusun dengan teliti, berdasar kebutuhan pokok, kebutuhan tambahan, atau kebutuhan konsumtif. Tidak terkecuali di bidang kesehatan, secara tidak disadari selama ini dalam kehidupan sehari-hari terjadi pemborosan dalam pembiayaan kesehatan.
Terus Kembangkan Budaya Perekonomian Mandiri Masyarakat
Tampak fenomena yang menarik di dunia masyarakat. Yaitu dalam hal penghimpunan dana mandiri demi membantu saudara-saudara mereka yang kurang mampu. LSM banyak berkembang seperti LMI, Rumah Zakat Indonesia, Dompet Dhuafa, dll. Meskipun seharusnya itu merupakan ktanggung jawab pemerintah untuk menanggung nasib rakyatnya, akan tetapi hal itu sangat bermanfaat positif. Banyak pihak yang telah merasakan keberadaan dari lembaga-lembaga tersebut. Dan akhirnya semoga Indonesia semakin lebih baik, dan tetap berpihak kepada rakyat. Yang perlu diingat bahwa sektor pendidikan dan kesehatan merupakan sektor sosial, bukan komersial. Jadi janganlah bebankan masyarakat untuk pemenuhan dua sektor kebutuhan tersebut.
Referensi:
Judarwanto, Widodo. Efisiensi Pembiayaan Kesehatan. Jawa Pos Edisi Kamis 29 Mei 2008
Kemiskinan dan Penyelewengan Dana Kesehatan Orang Miskin. Sinar Harapan edisi Selasa 22 Maret 2005
Derita Orang Miskin dan Kegelisahan Arwah Pejuang Kemerdekaan. K-SEMAR Sumatera Utara. 3 Mei 2008
Pelayanan Kesehatan Puskesmas Masih Minim. Serambi Indonesia. Edisi: 14/04/2007